27 Maret 2013
Suasana pagi yang sunyi. Tanpa
kicau burung greja atau merpati. Rintikan hujan masih kudapati. Kabut putih
masih menyelimuti. Mentari tak kunjung berseri, padahal ini sudah jam 9 pagi.
Secangkir teh hangat dan tempe goreng jadi teman sejati. Kepul asap rokok kawan
sebelahpun tak kunjung henti. Volume air dipersawahannpun mulai meninggi. Ku
dapati dua curug baru di puncak bukit hari ini. Derasnya air memecah sepi.
Kali ini suhunya cukup dingin.
Angin yang mengandung uap air tak henti menyapa. Tanganpun menjadi landak
karena bulu-bulu halus ini bangun. Kali ini pak Doding yang membuat perapian
untuk sejenak menghangatkan badan. Cuap-cuap ala kadarnya untuk mengikatkan
tali persaudaraan sembari menunggu informasi apakah hari ini masih bisa
evakuasi ataukah tidak.
Sesaat sebelum kami mulai
beranjak aktifitas, salah seorang warga mengabarkan ada longsor susulan.
Longsor terjadi sebanyak tiga kali. Kebun sereh yang tersisa sekarang sudah
habis. Samapai pukul 10.30 WIB ini cuaca masih mendung. Cahaya matahari tak
dapat menembus awan putih diatas kami. Hujan memang sudah berhenti karena itu
kami membagi tugas untuk bergerak. 3 orang belanja logistic yang masih kurang,
2 orang mencari informasi kebencanaan di kantor desa dan yang lain
bersih-bersih tenda yang mirip kapal karam.
Selepas makan siang dengan menu
khas padang, kami menjamah zona merah untuk hari ketiga. Sesampainya dimasji
At-Taqwa tersengan bau yang tidak mengenakan. Bau busuk yang mulai menyengat
dari tanah yang basah. Sayapun bertanya kepada warga kejelasan bau yang rasa
hirup. Ternyata disini dipakai untuk memandikan mayat. Mayat yang kemarin
ditemukan hanya kepalanya saja sekarang ketemu badannya. Badannya tidak semua
utuh kaki sebelah kanannya hilang alias patah. Mayatnya memang sudah membusuk,
dan lansung dikebumikan.
Untuk hari ini proses pencarian
korban dihentikan sementara karena masih rawan longsor dilokasi kejadian. Korban
yang ditemukan hari ini hanya satu. Kami segera menurunkan barang-barang yang
ada di bak mobil. Seperti biasa kami mengontak pak RW untuk membantu membawakan
bantuan sampai lokasi.
Dititik yang diarasa lumayan aman
walaupun masuk dalam zona merah kami membuat tenda. Tenda ini tidak jauh dari
rumah pak RW. Disini relative lebih aman. Untuk sementara ada 3 tenda yang
dibangun yaitu tenda hangat, tenda pengungsi, dan tenda untuk dapur umum.
Beberapa bantuan dari DPU DT dan teman-teman mahasiswa sudah masuk kelokasi
yang diangkut bersama mobil DMC DD. Hari ini kami disibukan dengan membangun
tenda, membuat penerangan sementara dan mengirimkan bantuan sampai lokasi.
Sampai hari ketiga pasca longsor
di daerah ini tidak ada posko yang berdiri kecuali dari DD. Bantuan yang
masukpun hanya dari DD dan barntuan-bantuan yang dititipkan di DD. Sangat jauh
berbeda dari yang berada di bukit lembang. Bantuan yang masuk sangat minim,
padahal disini pengungsi lumayan banyak yaitu ada sekitar 53 orang. Sangat
wajar jika banyak warga yang marah kepada pemerintak karena mereka seperti
dianak tirikan. “seluruh korban yang ditemukan dimandikan disini, diurusi
disini dan dkuburka disini, keluarganyapun mengungi kesini kenapa bantua tidak
ada yang masuk kesini” tutur ibu-ibu yang telah memandikan para jenazah
ditemukan. Raut muka dengan penuh kekecewaan sangat terbaca jelas.
Team DD baru mendirikan posko di
wilayah nagreg ini dikarenakan pihak pemerintah hanya mengijinkan pendirian
posko dikordinir dibukit lembang. Mereka mengarahkan untuk disatu titik agar
memudahkan dalam kordinasi. Mengingat kebutuhan warga nagrog team DD
berinisiatif untuk mendirikan posko kemudian mengkonfirmasi pemerintah terkait.
Beberapa TNI juga masuk kewilayah nagrog dan menreka juga menjanjikan akan mendirikan
posko. Posko yang dijanjikan hanya dbuat di masjid At-Taqwa, dimana mobil yang
hanya bisa berhenti disana.
Sekitar pukul 17.30 team dari
kampus peduli membawa bantuan. Bantuan tersebut hanya sampai diposko pertama
yaitu dipak Doding. Kami harus segera menyusul ke posko untuk segera
menyalurkan bantuan kepada yang berhak dan sekalian menjemput team kampus
peduli yang akan ikut bermalam diposko zona merah.
Sesampainya di zona merah, kabut
mulai turun serta sepanjang jalan masih tampak gelap gulita. Setitik lentera
hanya terpancar diposko zona merah. Layaknya kunang-kunang yang terbang sendiri
ditengah hutan. Senter menemani jalan setapak yang terjal sampai peraduan zona
merah. Secangkir kopi jadi teman dan kepulan rokok bagi yang doyan. Cerita bak
dongeng tercurah dari para relawan yang melepas penat dengan segelintir warga
dan pemuda yang tetap terjaga.
Dinginnya suasana tanpa terpaan
anginpun cukup mengoyak-ngoyak perasaan yang masih gulana. Kita dititk paling dekat
dengan bahaya. Kalaulah ada longsor yang lebih besar akan sangat menyulitkan
untuk lari kezona yang lebih aman. Penerangan hanya ada karena jenset. Resahnya
hati terpatahkan ketika kelopak mata sudah tak sanggup lagi ditahan tetap
terjaga. Sayup-sayup cahaya mulai redup, suara yang ada bagai dongeng malam
pengantar tidur. Mulai kurebahkan badan dalam tenda yang berhadapan dengan
tenda pengungsi. Pijatan dari tanah yang tak rata menjadi refleksi tersendiri,
walaupun lama-lama terasa sakit juga hingga harus mengubah posisi tidur.
Harapan sebelum mata benar-benar terpejam adalah untuk malam ini jagalah kami,
dan peluklah kami dalam kasih dan rahmat-MU, kami masih ingin berbuat banyak
untuk sodara-sodaraku yang selalu menyerukan nama-MU. Tak terasa pipiku sedikit
basah, mala mini rasanya sangat dekat denga-MU. Terimakasih tlah KAU beri
pelajaran yang tak terkira selama ini. Surat Al-Iklas yang tak lepas hingga
mata benar-benar terpejam.
0 komentar:
Posting Komentar