Ibnu
Hajar rahimahullah dulu adalah seorang hakim besar Mesir di masanya. Beliau jika
pergi ke tempat kerjanya berangkat dengan naik kereta yang ditarik oleh
kuda-kuda atau keledai-keledai dalam sebuah arak-arakan. Pada suatu hari beliau
dengan keretanya melewati seorang yahudi Mesir. Si yahudi itu adalah seorang
penjual minyak. Sebagaimana kebiasaan tukang minyak, si yahudi itu pakaiannya
kotor. Melihat arak-arakan itu, si yahudi itu menghadang dan menghentikannya.
Si yahudi itu
berkata kepada Ibnu Hajar:
“Sesungguhnya
Nabi kalian berkata: ” Dunia itu penjaranya orang yang beriman dan
surganya orang kafir. ” (HR. Muslim)
Namun
kenapa engkau sebagai seorang beriman menjadi seorang hakim besar di Mesir,
dalam arak-arakan yang mewah, dan dalam kenikmatan seperti ini. Sedang aku –yang
kafir- dalam penderitaan dan kesengsaran seperti ini.”
Maka
Ibnu Hajar menjawab: “Aku dengan keadaanku yang penuh dengan kemewahan dan
kenimatan dunia ini bila dibandingkan dengan kenikmatan surga adalah seperti
sebuah penjara. Sedang penderitaan yang kau alami di dunia ini dibandingkan dengan
yang adzab neraka itu seperti sebuah surga.”
Maka
si yahudi itupun kemudian langsung mengucapkan syahadat: “Asyhadu
anla ilaha illallah. Wa asyhadu anna Muhammad rasulullah,” tanpa
berpikir panjang langsung masuk
Islam.
Bahan Renungan:
Imam
An-Nawawi menjelaskan hadits ini: “Dunia itu penjaranya orang yang beriman dan surganya
orang kafir.” “Maknanya bahwa setiap
mukmin itu dipenjara dan dilarang di dunia ini dari kesenangan-kesenangan dan syahwat-syahwat
yang diharamkan dan dibenci. Dia dibebani
untuk melakukan ketaatan-ketaatan yang terasa berat. Jika dia meninggal dia
akan beristirahat
dari hal ini. Dan dia akan berbalik kepada apa yang dijanjikan Allah
berupa kenikmatan
abadi dan kelapangan yang bersih dari cacat.
Sedangkan orang kafir, dia hanya
akan mendapatkan dari kesenangan dunia yang dia peroleh, yang jumlahnya sedikit
dan bercampur dengan keusahan dan penderitaan. Dan bila dia telah mati, dia
akan pergi menuju siksaan yang abadi dan penderitaan yang
selama-lamanya.”(Syarah Shohih Muslim No. 5256)
Maka sepantasnya seorang mukmin
bersabar atas hukum Allah dan ridha dengan yang ditetapkan dan ditaqdirkan oleh
Allah. Semoga kita diberi taufik, kemudahan, dan al-afiat untuk menjalani
kehidupan dunia ini. Amiin
0 komentar:
Posting Komentar