26 Maret 2013
Suasana yang dingin menyapa pagi
hari disudut Cililin. Dengan secangkir teh hangat yang ditemani beberapa
gorengan sejenak bernostalgia. Dengan jiwa petualangan, bang madid mengumpulkan
kayu bakar dan beberapa sampah untuk dibakar dan menghangatkan tubuh yang mulai
menggigil. Sembari menunggu mentari menyibak embun yang tebal kami melanjutkan
perbincangan yang terpotong tadi malam.
Disini juga ada wartawan dari
Elshinta yang ikut beristirahat disaung tadi malam. Kopi, teh hangat dan
beberapa teman gorengan membuat serpihan wajah ceria mulai tampak. Matahari
yang kian meninggi menyadarkan kami untuk bersiap kelokasi. Memasuki zona merah
untuk hari pertama.
Perlengkapan yang dibawa oleh
team DMC DD Jakarta sangat lengkap. Perlengkapan yang terdiri dari obat-obatan,
sepatu lapangan, sekop, jenset, perlengkapan penerangan, mesin pemotong kayu
dan bahan bakar. Semua perlengkapan termasuk yang kami bawa tadi sore dimasukan
ke bak mobil. Kami siap melaju menyelusuri zona merah.
Beberapa relawan ikut naik dengan
mobil DMC sedangkan yang lain mengendarai sepeda motor menuju lokasi. Jalur
masuk TKP ada dua yaitu arah bukit lembang dan cikoneng. Saya dan wartawan Elshinta
melaju dengan sepeda motor. Saya menyusuri kelokasi dengan lajur bukit lembang.
Disepanjang jalan sudah banyak warga, TNI, Polisi, bahkan anak sekolah yang
mulai beraktifitas. Posko-posko sudah mulai berdiri. Sesekali menyelinap di
sekolah SD tempat warga mengungsi. Terdengar isak tangis warga mengenang kejadian
pahit yang menimpa mereka. Jalan licin yang penuh air dan tanah merah terus
kutapaki dengan laju sepeda motor yang sedikit melamban. Jalanan yang licin dan
berkelok membuat badan dilatih cekatan untuk menyeimbangkan laju sepeda motor.
Penyisiran arah bukit lembang tak
sampai ujung. Saya memutar arah mengikuti lajur Cikoneng mengejar mobil DMC DD.
Sepanjang jalan kearah Cikoneng tampak lebih lengang dari pada bukit lembang.
Tidak tampak posko-posko maupun TNI disana. Sesekali melihat warga yang sedang
mencari kayu bakar. Sangat jauh berbeda suasananya seperti tidak terjadi
apa-apa dan saya berfikir saya salah jalur. Jalanpun tidak selicin jalur bukit
lembang karena sangat sedikit sekali kendaraan yang masuk lewat jalur ini
bahkan bekas jejak kendaraanpun hanya terlihat jejak mobil DMC DD saja.
Mobil berhenti ketika sampai di
Masjid At-Taqwa, disini lagi-lagi yang terlihat hanya segelintir warga tanpa
aparat pemerintahan yang sibuk seperti di bukit lembang. Beberapa relawan
segera menurunkan barang-barang dari mobil dan kordinator team relawan DD
menghubungi ketua RW kampong Cikoneng yaitu bapak Unen. Bapak Unen inilah yang
mengkoordinir warga untuk membantu mengirimkan bantuan sampai di lokasi. Beberapa
menit setelah ditelpon, beberapa warga beserta pak RW yang mengendarai sepeda
motor menghampiri kami. Perlengkapan dan alat-alat yang relative sulit untuk
dibawa berjalan kaki, oleh warga diangkut menggunakan sepeda motor.
Perjalanan sampai lokasi kami
lanjutkan dengan berjalan kaki, ya kira-kira memakan waktu sampai 20 menit.
Sepanjang jalan terlihat beberapa longsoran kecil yang sempat menutup jalan
setapak yang kami lewati. Dinding-dinding tebing yang rapuh, masih bertengger
disepanjang jalan setapak seakan menunggu giliran mereka untuk runtuh. Diujung sudut
pengkolan jalan setapak nyaris putus terbawa longsoran. Jalanan memang sangat
curam, sekali terpleset masuklah kejurang. Tampak sedikit menyeramkan apalagi
jika berjalan pada malam hari tanpa penerangan.
Perlengkan relawan untuk
sementara ditempatkan di masjid Jami Al-Hidayah Cigadung RW 11, masjid yang
masih kokoh bertahan. Di masjid inilah korban meninggal sempat dimandikan dan
disolatkan. Masjid yang dilengkapi team forensic dan papan tulis. Disini juga
terdapat data-data korban yang menghilang dan yang sudah ditemukan. Suasana
masjid menjadi agak dingin tidak seperti masjid yang ada di bawah. Aroma minyak
dan wewangian untuk mayat masih sangat kental. Korban yang sudah ditemukan
sudah berjumlah 6 orang dan masih 11 lagi yang hilang. Masjid inilah awal
mulanya relawan akan bermalam. Lumayan horror suasananya walaupun masjid ya.
Team relawan langsung menuju
lokasi longsor dan focus pada evakuasi korban. Dengan perlengkapan sekop yang
lumayan kecil seakan evakuasi menjadi tidak maksimal. Ditempat lokasi sudah
banyak TNI, Polisi, warga dan beberapa relawan dari LSM lain yang sedang
evakuasi. Cangkul disini menjadi alat utama dalam evakuasi karena alat berat
tidak dapat masuk kelokasi. Dengan penuh semangat semua element bahu-membahu
dalam menemukan korban.
Pencarian korban yang tertimbun
lumpur ternyata lumayan susah. Kombinasi antara indra penciuman, penglihatan
serta insting menjadi modal utama dalam pencarian korban. Azas praduga posisi
korbanpun berjalan dengan melihat runtuhan rumah dan baju-baju yang berserakan.
Disela-sela tumpukan kayu dan pohon yang tumbang tercium bau yang menyengat.
Indra penciumanpun menuntun saya pada satu titik dimana disitu ada lalat yang
berterbangan. Terlihat seonggok benda yang tak tau itu apa. Rasa penasaranpun
membuncah. Dengan sangat berhati-hati, kuambil sebatang ranting untuk mengecek
sumber bau yang menyengat tersebut. Benar saja masih ada darah segarnya,
langsung saja relawan yang lain saya minta untuk menggali dan mengecek lebih
detail lagi. Ternyata hanya tulang yang berbalut daging yang dipenuhi dengan
lumpur. Bang madid kemudian mencuci tulang tersebut dan tenyata itu adalah
potongan tulang paha manusia. Potongan tulang paha tersebut kemudian dibawa ke
masjid untuk diidentifkasi oleh ahli forensic.
Pukul 16.00 WIB proses pencarian
korban dihentikan karena daerah yang masih rawan longsor susulan. Untuk hari
ini total korban yang sudah diketemukan berjumlah 10 orang dengan beberapa yang
masih dalam bentuk serpihan tubuh dan masih kurang lengkap. Salah satu serpihannya
adalah hanya ditemukan kepala tanpa badannya. Semua jenazah langsung dimadikan,
disolatkan dan dikuburkan, tetapi untuk bagian yang serpihan diantaranya adalah
kepala dan tulang paha informasinya masih kurang jelas, apakan langsung
dikuburkan atau masih disimpan di kantong mayat.
Setelah evakuasi dihentikan, team
relawan DD kembali belaja perlengkapan logistic diantaranya perlengkapan untuk
mengurusi jenazah, suplemen bagi relawan, dan perlengkapan evakuasi seperti
cangkul dan sekop. Belaja perlengkapan cukup jauh harus kepasar cililin.
Setibanya di pasar banyak toko yang sudah tutup sehingga belanja
perlengkapanpun menjadi terhambat. Kami harus cepat mendapatkan perlengkapan
tersebut karena kami harus kembali ke masjid intuk menghidupkan penerangan dengan
jenset.
Pukul 21.00 WIB kami tiba di
majid At-Taqwa. Sebagian relawan tetap berjaga dimasjid sedangkan bang madid,
bang ichsan dan bang andi menuju masjid AL-Hidayah untuk menghidupkan jenset
untuk penerangan sementara karena listrik dari PLN masih padam. Mereka menuju
masjid diantar oleh warga dengan sepeda motor. Sesampainya di masjid kondisi
daerah sangat gelap dan sepi. Tidak ada penerangan sedikitpun. Tidak ada
aktifitas yang berarti, dan mereka kira warga sudah meninggalkan kampung untuk
mengungsi. Bang ichsan masuk kedalam masjid untuk mencari jenset dan jaketnya
yang tertinggal dan bang madid memasukan gallon air yang masih tertinggal
diluar masjid. Dengan penerangan senter seadanya pencarian jenset dan jaketpun
sedikit meraba-raba. Bang ichsan tak sengaja membuka salah satu tumpukan kain
putih yang berada di dalam masjid. Perasaan bang madid dan bang andi sudah
tidak enak dan ingin segera kembali turun. Merekapun langsung bergegas turun
tanpa menghidupkan jenset untuk penerangan dan kegiatan menginap di masjid
Al-Hidayah dibatalkan.
Satu jam kemudian mereka sampai
di masjid At-Atqwa dan mengajak relawan yang lain untuk segera turun menuju
posko pertama yaitu di tempat pak Doding. Tanpa banyak basa-basi kami langsung
turun menuju posko pertama. Di jembatan setelah tikungan dengan batu besar
mobil sempat berhenti sejenak dan kemudian malaju kembali. Hawa yang tak
enakpun menyelimuti kami. Bulu kudukku sesekali merinding, bukan karena cuaca
yang mulai dingin tapi ada hal lain yang membuat perasaan jadi gak ngenakin.
Sesampainya di posko pertama bang
Andi menceritakan apa yang terjadi ketika akan menghidupkan jenset. Ketika
ichsan mencari jaketnya dan membuka salah satu gulungan kain putih yang ada
difikiran bang Andi adalah bahwa kain tersebut berisi kepala yang tadi siang
ditemukan, tetapi bang ichsan tidak begitu percaya karena kain tidak semuanya
terbuka. Pada saat itu bang Andi yang memegang senter untuk memberi penerangan
bagi Ichsan ketika membuka bungkusan kain tersebut. Ntah itu kepala atau bukan
yang jelas hal tersebut sudah cukup bikin bulu kuduk berdiri. Ketika mobil
sempat berhentipun bang andi yang mengemudikan mobil sempat melihat bayangan
putih melintasi jalan. Ntah itu apa, tapi walaupun saya tidak melihat pada saat
tersebut bulu kuduk saya merinding. Ah sudahlah itu hanya fantasi sesaat saja,
fikirku positif walau kadang-kandang ikut parno juga.
Malam semakin larut dan kamipun
bersiap-siap untuk istirahat. Untuk kali ini kami istirahat ditenda pas di depan
rumah pak Doding. Dengan fasilitas satu kasur dan 4 bantal kami membagi tempat
untuk tidur setidaknya 9 orang. Posisi saya paling pojok kanan dan paling
pertama tetidur. Bang ichsan masih asik dengan laptopnya untuk laporan ke DMC
pusat.
Tengah malam hujan turun dengan
lebatnya. Pak Doding sempat membangunkan kami untuk pindah kedalam rumah tapi
hanya bang ichsan saja yang terbangun. Beberapa diantara kami memang memakai
sleeping bag sehingga tampak nyaman-nyaman saja. Saya, kang Dadan, bang Madid
serta kang Acep tidur hanya berlapis jaket tanpa sleeping bag tapi kang acep
tidur diatas kasur. Tak lama tendapun bocor, air mulai masuk kedalam tenda.
Saya terbangun karena celana mulai basah. Hujan masih cukup deras dan saya pun
pindah tempat tidur di samping kang Acep yang ada kasurnya, tapi ternyata
kasurnyapun basah. Saya melihat mereka yang tidur tampak nyaman dan seperti
tidak ada air yang masuk kedalam tenda. Badan masih terasa lemas, mata masih
terasa berat untuk dibuka tapi posisi tidur sudah tidak nyaman lagi. Air sudah
memasuki tenda kalaulah memaksakan tidur pastilah akan basah semua dan esok
pagi akan masuk angin. Sayapun memaksakan diri untuk tetap tidur dalam posisi
sujud, tapi itu tak bertahan lama. Akhirnya saya mengambil trash bag dan
melubangi kedau sisinya untuk dijadikan penutup badan. Setidaknya badan tetap
kering pikirku waktu itu. Saya kembali melanjutkan tidur diatas kasur yang
sudah basah.
Pukul 03.00 WIB saya terbangun karena suhunya
sudah mulai dingin ditambah celana yang sudah lembab. Saya akhirnya pindah
kedalam rumah pak Doding. Saya fikir rumah dalam keadaan terkunci sehingga saya
enggan beranjak pindah karena hujan masih cukup deras, eh ternyata tidak
dikunci kalau tau kaya gini udah pindah dari tadi (dengan sedikit menyesal
karena telat pindah tempat). Dalam rumah pun sudah penuh hanya tersisa sedikit
ruang disebelah laptop bang ichsan dan dibatasi dengan rak buku. Kang Acep,
bang madid, bang waw,dan bang Ichsan sudah ada di dalam rumah. Saya hanya bisa
tidur dalam posisi miring, karena jika berbaring sebagian tubuh saya akan
menimpa bang Ichsan yang sudah tertidur lelap.
0 komentar:
Posting Komentar