Rabu, 03 April 2013

Menjamah Zona Merah (Cililin Bagian 2)



26 Maret 2013
Suasana yang dingin menyapa pagi hari disudut Cililin. Dengan secangkir teh hangat yang ditemani beberapa gorengan sejenak bernostalgia. Dengan jiwa petualangan, bang madid mengumpulkan kayu bakar dan beberapa sampah untuk dibakar dan menghangatkan tubuh yang mulai menggigil. Sembari menunggu mentari menyibak embun yang tebal kami melanjutkan perbincangan yang terpotong tadi malam.
Disini juga ada wartawan dari Elshinta yang ikut beristirahat disaung tadi malam. Kopi, teh hangat dan beberapa teman gorengan membuat serpihan wajah ceria mulai tampak. Matahari yang kian meninggi menyadarkan kami untuk bersiap kelokasi. Memasuki zona merah untuk hari pertama.
Perlengkapan yang dibawa oleh team DMC DD Jakarta sangat lengkap. Perlengkapan yang terdiri dari obat-obatan, sepatu lapangan, sekop, jenset, perlengkapan penerangan, mesin pemotong kayu dan bahan bakar. Semua perlengkapan termasuk yang kami bawa tadi sore dimasukan ke bak mobil. Kami siap melaju menyelusuri zona merah.
Beberapa relawan ikut naik dengan mobil DMC sedangkan yang lain mengendarai sepeda motor menuju lokasi. Jalur masuk TKP ada dua yaitu arah bukit lembang dan cikoneng. Saya dan wartawan Elshinta melaju dengan sepeda motor. Saya menyusuri kelokasi dengan lajur bukit lembang. Disepanjang jalan sudah banyak warga, TNI, Polisi, bahkan anak sekolah yang mulai beraktifitas. Posko-posko sudah mulai berdiri. Sesekali menyelinap di sekolah SD tempat warga mengungsi. Terdengar isak tangis warga mengenang kejadian pahit yang menimpa mereka. Jalan licin yang penuh air dan tanah merah terus kutapaki dengan laju sepeda motor yang sedikit melamban. Jalanan yang licin dan berkelok membuat badan dilatih cekatan untuk menyeimbangkan laju sepeda motor.
Penyisiran arah bukit lembang tak sampai ujung. Saya memutar arah mengikuti lajur Cikoneng mengejar mobil DMC DD. Sepanjang jalan kearah Cikoneng tampak lebih lengang dari pada bukit lembang. Tidak tampak posko-posko maupun TNI disana. Sesekali melihat warga yang sedang mencari kayu bakar. Sangat jauh berbeda suasananya seperti tidak terjadi apa-apa dan saya berfikir saya salah jalur. Jalanpun tidak selicin jalur bukit lembang karena sangat sedikit sekali kendaraan yang masuk lewat jalur ini bahkan bekas jejak kendaraanpun hanya terlihat jejak mobil DMC DD saja.
Mobil berhenti ketika sampai di Masjid At-Taqwa, disini lagi-lagi yang terlihat hanya segelintir warga tanpa aparat pemerintahan yang sibuk seperti di bukit lembang. Beberapa relawan segera menurunkan barang-barang dari mobil dan kordinator team relawan DD menghubungi ketua RW kampong Cikoneng yaitu bapak Unen. Bapak Unen inilah yang mengkoordinir warga untuk membantu mengirimkan bantuan sampai di lokasi. Beberapa menit setelah ditelpon, beberapa warga beserta pak RW yang mengendarai sepeda motor menghampiri kami. Perlengkapan dan alat-alat yang relative sulit untuk dibawa berjalan kaki, oleh warga diangkut menggunakan sepeda motor.
Perjalanan sampai lokasi kami lanjutkan dengan berjalan kaki, ya kira-kira memakan waktu sampai 20 menit. Sepanjang jalan terlihat beberapa longsoran kecil yang sempat menutup jalan setapak yang kami lewati. Dinding-dinding tebing yang rapuh, masih bertengger disepanjang jalan setapak seakan menunggu giliran mereka untuk runtuh. Diujung sudut pengkolan jalan setapak nyaris putus terbawa longsoran. Jalanan memang sangat curam, sekali terpleset masuklah kejurang. Tampak sedikit menyeramkan apalagi jika berjalan pada malam hari tanpa penerangan.
Perlengkan relawan untuk sementara ditempatkan di masjid Jami Al-Hidayah Cigadung RW 11, masjid yang masih kokoh bertahan. Di masjid inilah korban meninggal sempat dimandikan dan disolatkan. Masjid yang dilengkapi team forensic dan papan tulis. Disini juga terdapat data-data korban yang menghilang dan yang sudah ditemukan. Suasana masjid menjadi agak dingin tidak seperti masjid yang ada di bawah. Aroma minyak dan wewangian untuk mayat masih sangat kental. Korban yang sudah ditemukan sudah berjumlah 6 orang dan masih 11 lagi yang hilang. Masjid inilah awal mulanya relawan akan bermalam. Lumayan horror suasananya walaupun masjid ya.
Team relawan langsung menuju lokasi longsor dan focus pada evakuasi korban. Dengan perlengkapan sekop yang lumayan kecil seakan evakuasi menjadi tidak maksimal. Ditempat lokasi sudah banyak TNI, Polisi, warga dan beberapa relawan dari LSM lain yang sedang evakuasi. Cangkul disini menjadi alat utama dalam evakuasi karena alat berat tidak dapat masuk kelokasi. Dengan penuh semangat semua element bahu-membahu dalam menemukan korban.
Pencarian korban yang tertimbun lumpur ternyata lumayan susah. Kombinasi antara indra penciuman, penglihatan serta insting menjadi modal utama dalam pencarian korban. Azas praduga posisi korbanpun berjalan dengan melihat runtuhan rumah dan baju-baju yang berserakan. Disela-sela tumpukan kayu dan pohon yang tumbang tercium bau yang menyengat. Indra penciumanpun menuntun saya pada satu titik dimana disitu ada lalat yang berterbangan. Terlihat seonggok benda yang tak tau itu apa. Rasa penasaranpun membuncah. Dengan sangat berhati-hati, kuambil sebatang ranting untuk mengecek sumber bau yang menyengat tersebut. Benar saja masih ada darah segarnya, langsung saja relawan yang lain saya minta untuk menggali dan mengecek lebih detail lagi. Ternyata hanya tulang yang berbalut daging yang dipenuhi dengan lumpur. Bang madid kemudian mencuci tulang tersebut dan tenyata itu adalah potongan tulang paha manusia. Potongan tulang paha tersebut kemudian dibawa ke masjid untuk diidentifkasi oleh ahli forensic.
Pukul 16.00 WIB proses pencarian korban dihentikan karena daerah yang masih rawan longsor susulan. Untuk hari ini total korban yang sudah diketemukan berjumlah 10 orang dengan beberapa yang masih dalam bentuk serpihan tubuh dan masih kurang lengkap. Salah satu serpihannya adalah hanya ditemukan kepala tanpa badannya. Semua jenazah langsung dimadikan, disolatkan dan dikuburkan, tetapi untuk bagian yang serpihan diantaranya adalah kepala dan tulang paha informasinya masih kurang jelas, apakan langsung dikuburkan atau masih disimpan di kantong mayat.
Setelah evakuasi dihentikan, team relawan DD kembali belaja perlengkapan logistic diantaranya perlengkapan untuk mengurusi jenazah, suplemen bagi relawan, dan perlengkapan evakuasi seperti cangkul dan sekop. Belaja perlengkapan cukup jauh harus kepasar cililin. Setibanya di pasar banyak toko yang sudah tutup sehingga belanja perlengkapanpun menjadi terhambat. Kami harus cepat mendapatkan perlengkapan tersebut karena kami harus kembali ke masjid intuk menghidupkan penerangan dengan jenset.
Pukul 21.00 WIB kami tiba di majid At-Taqwa. Sebagian relawan tetap berjaga dimasjid sedangkan bang madid, bang ichsan dan bang andi menuju masjid AL-Hidayah untuk menghidupkan jenset untuk penerangan sementara karena listrik dari PLN masih padam. Mereka menuju masjid diantar oleh warga dengan sepeda motor. Sesampainya di masjid kondisi daerah sangat gelap dan sepi. Tidak ada penerangan sedikitpun. Tidak ada aktifitas yang berarti, dan mereka kira warga sudah meninggalkan kampung untuk mengungsi. Bang ichsan masuk kedalam masjid untuk mencari jenset dan jaketnya yang tertinggal dan bang madid memasukan gallon air yang masih tertinggal diluar masjid. Dengan penerangan senter seadanya pencarian jenset dan jaketpun sedikit meraba-raba. Bang ichsan tak sengaja membuka salah satu tumpukan kain putih yang berada di dalam masjid. Perasaan bang madid dan bang andi sudah tidak enak dan ingin segera kembali turun. Merekapun langsung bergegas turun tanpa menghidupkan jenset untuk penerangan dan kegiatan menginap di masjid Al-Hidayah dibatalkan.
Satu jam kemudian mereka sampai di masjid At-Atqwa dan mengajak relawan yang lain untuk segera turun menuju posko pertama yaitu di tempat pak Doding. Tanpa banyak basa-basi kami langsung turun menuju posko pertama. Di jembatan setelah tikungan dengan batu besar mobil sempat berhenti sejenak dan kemudian malaju kembali. Hawa yang tak enakpun menyelimuti kami. Bulu kudukku sesekali merinding, bukan karena cuaca yang mulai dingin tapi ada hal lain yang membuat perasaan jadi gak ngenakin.
Sesampainya di posko pertama bang Andi menceritakan apa yang terjadi ketika akan menghidupkan jenset. Ketika ichsan mencari jaketnya dan membuka salah satu gulungan kain putih yang ada difikiran bang Andi adalah bahwa kain tersebut berisi kepala yang tadi siang ditemukan, tetapi bang ichsan tidak begitu percaya karena kain tidak semuanya terbuka. Pada saat itu bang Andi yang memegang senter untuk memberi penerangan bagi Ichsan ketika membuka bungkusan kain tersebut. Ntah itu kepala atau bukan yang jelas hal tersebut sudah cukup bikin bulu kuduk berdiri. Ketika mobil sempat berhentipun bang andi yang mengemudikan mobil sempat melihat bayangan putih melintasi jalan. Ntah itu apa, tapi walaupun saya tidak melihat pada saat tersebut bulu kuduk saya merinding. Ah sudahlah itu hanya fantasi sesaat saja, fikirku positif walau kadang-kandang ikut parno juga.
Malam semakin larut dan kamipun bersiap-siap untuk istirahat. Untuk kali ini kami istirahat ditenda pas di depan rumah pak Doding. Dengan fasilitas satu kasur dan 4 bantal kami membagi tempat untuk tidur setidaknya 9 orang. Posisi saya paling pojok kanan dan paling pertama tetidur. Bang ichsan masih asik dengan laptopnya untuk laporan ke DMC pusat.
Tengah malam hujan turun dengan lebatnya. Pak Doding sempat membangunkan kami untuk pindah kedalam rumah tapi hanya bang ichsan saja yang terbangun. Beberapa diantara kami memang memakai sleeping bag sehingga tampak nyaman-nyaman saja. Saya, kang Dadan, bang Madid serta kang Acep tidur hanya berlapis jaket tanpa sleeping bag tapi kang acep tidur diatas kasur. Tak lama tendapun bocor, air mulai masuk kedalam tenda. Saya terbangun karena celana mulai basah. Hujan masih cukup deras dan saya pun pindah tempat tidur di samping kang Acep yang ada kasurnya, tapi ternyata kasurnyapun basah. Saya melihat mereka yang tidur tampak nyaman dan seperti tidak ada air yang masuk kedalam tenda. Badan masih terasa lemas, mata masih terasa berat untuk dibuka tapi posisi tidur sudah tidak nyaman lagi. Air sudah memasuki tenda kalaulah memaksakan tidur pastilah akan basah semua dan esok pagi akan masuk angin. Sayapun memaksakan diri untuk tetap tidur dalam posisi sujud, tapi itu tak bertahan lama. Akhirnya saya mengambil trash bag dan melubangi kedau sisinya untuk dijadikan penutup badan. Setidaknya badan tetap kering pikirku waktu itu. Saya kembali melanjutkan tidur diatas kasur yang sudah basah. 
Pukul 03.00 WIB saya terbangun karena suhunya sudah mulai dingin ditambah celana yang sudah lembab. Saya akhirnya pindah kedalam rumah pak Doding. Saya fikir rumah dalam keadaan terkunci sehingga saya enggan beranjak pindah karena hujan masih cukup deras, eh ternyata tidak dikunci kalau tau kaya gini udah pindah dari tadi (dengan sedikit menyesal karena telat pindah tempat). Dalam rumah pun sudah penuh hanya tersisa sedikit ruang disebelah laptop bang ichsan dan dibatasi dengan rak buku. Kang Acep, bang madid, bang waw,dan bang Ichsan sudah ada di dalam rumah. Saya hanya bisa tidur dalam posisi miring, karena jika berbaring sebagian tubuh saya akan menimpa bang Ichsan yang sudah tertidur lelap.

0 komentar:

 
;