Jumat, 02 Mei 2014

Masa Kecilku

kalian tentu pernah muda yang pasti pernah kecil. masa kanak-kanak adalah masa dimana dunia ini sangat mudah, penuh citarsa, penuh tawa, penuh warna dan penuh dengan tantangan-tantangan baru yang menurut kita patut dicoba. kali ini saya akan mengulas sedikit berkas-berkas ingatan diotak untuk dituangkan dalam coretan ini. ingatan tentang masa kecilku dulu dikampung. 
saatnya bernostalgia......
pernahkan kalian dengar JRUPO (bahasa Jawa). jrupo itu adalah kegiatan memungut ikan, udang dan apapun itu di kolam punya orang, tentunya setelah kolam tersebut dipanen sama yang punya ya. jrupo adalah salah satu kegiatan paling menantang dan paling asik semasa kecilku. apasih menantangnya dan asiknya. kita ulas satu satu ya...
pagi buta setelah solat subuh dengan salam kilat (tengok kanan kiri langsung lari) saya harus berubah mengenakan baju tempur. baju tempur yang dipakai yaitu kaos olahraga yang sudah kendor kerahnya atau udah dekil nyaris seperti lap dengan ujung kaos dikasih tali apapun itu untuk diikat agar kuat. sepedah mini (sebutah sepadaku yang kecil) padahal lebih tinggi sepedah daripada badan saya, harus dikayuh menuju area pertambakan udang dan ikan bandeng sejauh 5-6 km. jalanan setengah jadi alias hanya tersedia batu-batu yang tersusun tidak beraturan adalah jalan yang dilewati. jalan yang berbalut tanah liat jika hujan jadi jalan kampret karena susahnya minta ampun untuk melawat.
kami selalu berangkat bersama alias NGABRING (istilah sunda) sampai menuju lokasi. terik-teriak dijalan, ketawa-ketawa, kebut-kebutan dengan sepeda, selalu jadi penghibur dalam perjalanan. sekitar 1-2 jam kami sampai titik awal yaitu titik pemantauan. titik pemantauan ini ada di Jembat Gantung diujung tambak yang berbatasan dengan laut dengan pantai bakau. penyangga jembatan yang menjulang tinggi inilah yang namanya titik pemantauan. salah satu dari kami tanpa komado langsung merangsek naik keujung penyangga. layaknya monyet yang terlatih menjat pohon kelapa. hanya berpegang pada kabel kecil yang menjuntai, sang komandan dengan mata terpicing mengamati setiap sudut untuk menemukan dimana letak lahan yang sedang panen. setelah menemukan titik dimana lahan yang panen sang kapten langsung beri intruksi untuk penyerbuan kelahan tambak yang dituju. jumlah kali tidak banyak hanya sekitas 15-20 anak. kembali sepeda kami kayuh denga semangat 45.
sesampainya di tambak yang panen kami dengan sigap langsung berjajar di tanggul-tanggul (pembatas tamban/ pematang). mentari pagi jadi pemanas badan alami kami. cengar cengir dipinggiran tanggul sambil menunggu intruksi untuk terjun dalam kolam yang isi ikan dan udang sisa yang tak terambil oleh pemiliknya. 
dari pojok tambak ada tiga orang yang sedang bersiap untuk mengeringkan lahan yang airnya makin surut. papan dengan panjang sekitar 3 meteran mulai didorong. udang-udang yang masih hidup berloncatan menghiasi kolam. mata kami berbinar-binar berharap banyak udang yang tertinggal. 
orang yang punya lahan langsung memungut udang udang yang bertebaran di CAREN dan dikumpulkan dalam drum yang cukup besar. kami perlahan mulai terjun dengan posisi kami di belakang pemilik lahan sejauh 1-2 meter. tangan-tangan termapil dalam meraba ada tidaknya udang dalam kubangan lumpur hitam pekat menjadi tantangan dalam hal ini. insting dan indra peraba kami harus lebih peka dari biasanya. tenaga harus lebih kuat dari biasanya. karena berjalan di lumpur itu lumayan susah apalagi jika lumpurnya dalam. ngos-ngosan bray. udang itu punya ujung kepala yang runcing serta diekor yang lumayan runcing. biasanya dengan mengenai salah satu yang runcing itu kami bisa memastikan ada udang uang didapat atau kumisnya udang yang tampak pada permukaan. udang dan ikan bandeng maupun mujair kamu masukan kedalam kaos. kebayang yah ikan dan udang hidup meronta-rota dalam kaos. apalagi pas udang itu kepalanya nusuk perut. cenut-cenut srasanya. tapi tenang saja air asin akan cepat meredam rasa sakit.
sekitar 2-3 jam kami bermain dalam lahan tambak. satu persatu kamui mulai beranjak mencari sungai hanya untuk membersihkan lumpur-lumpur yang melekat di badan. hasil yang didapat langsung kami jual ke para pengepul. kalau lagi HOKI kami bisa dapat puluhan ribu tapi kalau lagi APES hanya dapat makanan MOLEN 3 biji. biasanya ikan yang didapat kami bawa pulang selain ikan bandeng. dipinggiran sungai kami mulai memebersihkan badan, sambil mencuci pakaian kami yang penuh lumpur. sambil maenan air tepuk-tepukan air, sampai penganiayaan manusia yang berbadan kecil seperti saya yang kepalanya di masukan dalam air. 
badan mulai hitam keling, rambut menjadi kemerah-merahan semua itu tidak kami pedulikan. biasanya setelah jrupo kami mencari daun cincau yang banyak tumbuh dipinggir-pinggi jalan menuju rumah. kami biasa buat es cincau sendiri. hanya dengan meremas-remas daun cincau dalam air hangat kemudian dsaring dan diamkan sampai dingin, sambil menungu dingin buat pemanisnya yaitu dari gula aren trus tinggal beli esnya dah. sambil nyeruput es cincau, menunggu sore untuk maen bola. biasanya kami kelaperan setelah jrupo tapi kami biasa pulang dan ngumpul tempat teman terdekat dulu untuk makan. jadi pulang kerumah sudah kenyang. hahahaha
jika escincau lebih cepat habis dari biasanya kami langsung pulang menuju rumah masing-masing dan menyerahkan hasil jarahan kami di tambak tadi kepada emak. kemudian mandi lagi ala BEBEK yang penting basah. walaupun sudah disabun beberapa kali badan tetap saja lumpur. kuku-kuku kami sedikit hitam. mengerikan yah. tak perlu perawatan khususlah toh kami ga peduli juga.
dan sore meyapa. waktunya maen bola. hahaha

0 komentar:

 
;